Posts

Avoidant: Selfish or Childhood Trauma?

Image
     Saya pernah berpikir bahwa mempelajari love language atau bahasa cinta untuk membangun hubungan dengan orang lain adalah hal yang paling penting untuk berusaha mengenal dan mengetahui satu sama lain. Hubungan disini bukan hanya hubungan dengan pasangan, tapi hubungan dengan manusia yang ada dan berinteraksi di ruang lingkup kita. Ternyata ada yang tidak kalah penting dari sekedar mengetahui love language satu sama lain.      Ya, yang saya maksud disini adalah attachment style . Apa sih attachment style itu? Oke sebelumnya, disini saya bukan seorang ahli yang mengerti akan banyak ilmu yang berusaha menjelaskan kepada orang awam. Sepengetahuan saya, attachment style adalah pola atau gaya seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain yang mana pola ini berkaitan dengan lingkungan atau masa kecil seseorang tersebut.      Berdasarkan informasi yang saya ambil dari APA Dictionary of Psychology, attachment style is the characterist...

Memaksa Membenci

Memaksa benci untuk berhenti mencinta. Saat terberat kadang datang dari berlombanya otak dan hati menyadarkan empunya. Hati maunya masih terus mengejar tanpa ampun. Otak terus berteriak bahwa ini sudah tidak masuk akal. Semua ini memang seharusnya sudah diakhiri sebelum semakin jauh. Ah sepertinya terlambat. Manusia batu ini membiarkan rasa itu tenggelam semakin dalam. Otak tak hentinya meneriakkan semua sia - sia ini. Tetapi di waktu tertentu hati yang berkuasa. Empunya bingung. Bimbang dan ragu harus melakukan apa. Kalau ditanya apa, rasanya seperti dipaksa membenci untuk berhenti mencinta.  Cikarang, 26 Mei 2021

Tak Bernilai

Berkali - kali saya berusaha membangun tembok yang perlahan runtuh itu. Tapi mengapa dengan mudahnya kamu hancurkan? Ah tak apa, kamu tidak tahu bukan? Kamu tidak sengaja bukan? Mengertikah kamu betapa susahnya saya berusaha membangun tembok itu? Berkali-kali saya merasa saya tak akan bisa membangunnya kembali. Beberapa meyakinkan saya bahwa saya bisa membangun tembok itu lagi. Tembok yang pada kenyataannya perlahan terkikis oleh lidahmu. Saya merasa gagal. Saya merasa tak pantas. Saya merasa tak seharusnya saya ada disini. Saya tak butuh pujian. Saya hanya butuh keberadaan saya dilihat. Sekecil apapun saya. Sekecil apapun usaha saya. Besar harapan saya masih bisa menjadi sosok yang berguna. Walaupun pada kenyataannya saya memang tak bernilai apa-apa. Maaf bila saya tak sesuai dengan ekspektasimu. Maaf bila saya belum bisa menjadi seperti apa yang kamu mau. Maaf bila saya tak bernilai apa-apa. Cikarang, 30 Oktober 2020

Yang Tertahan

Lidahnya kelu Mulutnya membisu Matanya perlahan sayu Ia sudah tak mampu Tetapi ia tak bisa mengeluarkan Semuanya tertahan Semakin hari semakin tertekan Rasanya tak ada kawan untuk menumpahkan Rasa itu ia simpan sendiri Karena sulit rasanya untuk berbagi Setelah mereka pergi Ia menangis dalam sepi Pikirannya terus bertengkar Tatkala si kanan menang, tenanglah ia Namun tatkala si kiri menang, gelisah hatinya Tak ada lagi kehidupan yang normal Kesedihan ini rasanya kekal Jiwa maunya menyangkal Namun diri sudah kehilangan akal Cikarang, 05 Agustus 2020

Jangan Ditahan Sendirian

     Jangan ditahan sendiri. Kamu harus punya wadah untuk menumpahkan semuanya. Kalau kamu mau bercerita, saya ada disini. Tapi kalau kamu kurang mempercayai saya, silahkan cari orang lain yang kamu percaya bisa menampung semua keluh kesahmu, atau paling tidak, jika kamu belum punya keberanian untuk bercerita kepada orang lain, ceritakan semua keluh kesahmu pada diarymu.     Teman-teman yang beberapa kali mengutarakan keluh kesahnya kepada saya mungkin tidak asing dengan beberapa kalimat itu. Walaupun kalimat yang sebenarnya saya ucapkan tidak sekompleks itu, tapi poinnya tetap sama. Jangan ditahan sendiri.     Saya benci dengan mereka yang menganggap remeh semua masalah-masalah kecil yang mereka dapati. Apakah hanya sekali sampai dua kali mereka mendapat masalah kecil itu? Rasanya kurang mungkin. Sekarang coba ingat-ingat lagi, berapa masalah kecil yang sudah ditumpuk atau bahkan sudah hilang terkubur di dalam hati?      Beberapa...

Puasa Media Sosial

    Ada satu titik dimana saya merasa sepertinya media sosial ini udah mulai tidak sehat. Tapi , ternyata yang mulai tidak sehat itu adalah mental saya, diri saya sendiri. Di titik itu saya mulai merasa kalau saya melanjutkan dan makin larut berselancar di media sosial, bisa menimbulkan penyakit hati dan penyakit itu bisa semakin parah kalo dibiarkan begitu saja.     Saya merasa insecure dan overthinking saya ini semakin menjadi. Saya juga sering merasa lelah, sedih, dan marah tanpa sebab yang pasti. Parahnya, saya sampai merasa kalau sudah mulai ada sifat iri di dalam diri ini. Iri lihat teman-teman yang bisa having fun tanpa ada masalah di hidupnya, iri lihat pencapaian yang bisa mereka raih, iri lihat mereka yang punya banyak teman di media sosial. Padahal yang saya lihat tidak sampai 20% dari itu adalah kehidupan nyata mereka.     Dulu juga saya menganggap kalau media sosial ini adalah tempat saya untuk menyegarkan pikiran setelah seharian suntuk...

For You Who Are (Still) Feel Insecure

     Sering kali perkataan atau sikap dari orang terdekat lah yang terkadang menyakiti. Membuat kita patah. Terlepas dari sengaja atau tidak, bercanda atau tidak, hal itu tetap bisa membuat perubahan dalam hidup kita. Sekecil apapun itu. Jadi, jangan pernah mengabaikan hal sekecil apapun itu ya.     Kita berusaha selflove mati-matian tapi dengan mudahnya bisa dipatahin gitu aja sama omongan orang lain yang pas ngomong kaya gitu perasaannya biasa aja. They don't know how hard we try to love ourselves. Gimana kita berusaha ngelawan insecure itu. Gimana kita berusaha menerima diri kita apa adanya. "Ya ampun, jerawatmu banyak banget" "Kok sekarang kamu kurusan sih" "Makan mulu ya, jadi gendut sekarang" "Kok kamu iteman ya sekarang" "Pake behel aja biar giginya rapih" "Coba minum susu ini aja biar tinggi"     Buat kalian yang masih sering ngomong kaya gitu ke orang di sekitar kalian, please stop. Kalian nggak pernah t...