Puasa Media Sosial

    Ada satu titik dimana saya merasa sepertinya media sosial ini udah mulai tidak sehat. Tapi, ternyata yang mulai tidak sehat itu adalah mental saya, diri saya sendiri. Di titik itu saya mulai merasa kalau saya melanjutkan dan makin larut berselancar di media sosial, bisa menimbulkan penyakit hati dan penyakit itu bisa semakin parah kalo dibiarkan begitu saja.

    Saya merasa insecure dan overthinking saya ini semakin menjadi. Saya juga sering merasa lelah, sedih, dan marah tanpa sebab yang pasti. Parahnya, saya sampai merasa kalau sudah mulai ada sifat iri di dalam diri ini. Iri lihat teman-teman yang bisa having fun tanpa ada masalah di hidupnya, iri lihat pencapaian yang bisa mereka raih, iri lihat mereka yang punya banyak teman di media sosial. Padahal yang saya lihat tidak sampai 20% dari itu adalah kehidupan nyata mereka.

    Dulu juga saya menganggap kalau media sosial ini adalah tempat saya untuk menyegarkan pikiran setelah seharian suntuk sekolah dan belajar. Setelah seharian berusaha keras untuk mengejar mereka yang bisa mengerti pelajaran lebih cepat dibandingkan saya, tapi nyatanya saya tetap tertinggal. Rasanya usaha saya mengejar untuk mengerti ini sia-sia. Bukan kebahagian pula yang saya dapatkan setelah buka media sosial yang menurut saya adalah tempat untuk menyegarkan pikiran. Tapi yang saya dapatkan adalah penyesalan.

"Kenapa saya malah buka media sosial yang membuat mental saya semakin tidak sehat?"

    Tidak hanya sekali pertanyaan itu timbul. Dan karena pertanyaan itu sering timbul akhirnya saya menyadari kebodohan saya selama ini. Iya saya memang sebodoh itu. Kemudian saya mencoba memberanikan diri dengan memutuskan untuk puasa dari media sosial. Memang tidak mudah awalnya. Semuanya saya lakukan sedikit demi sedikit dan bertahap.

    Saya memulai puasa media sosial saya dengan berhenti membuka akun instagram yang mana adalah pusat yang membuat mental saya semakin tidak sehat. Saya mencoba untuk tidak membukanya selama satu hari. Masih belum bisa, saya tetap membukanya. Lalu saya pikir mungkin kalau saya log out akun instagram saya, akan membantu. Dan benar saja, saya bisa bertahan seminggu tidak membuka instagram. Hanya seminggu karena hari berikutnya saya menginstall aplikasi itu kembali, haha. Hal ini berlangsung dan berulang selama kurang lebih satu bulan selama bulan Februari 2020. Saya hapus, lalu saya unduh kembali saat saya merasa ada hal yang harus saya lakukan dengan aplikasi itu. Dan akhirnya saya memutuskan untuk benar-benar uninstall aplikasi dan tidak membuka akun instagram saya itu dari awal bulan Maret 2020 sampai dengan dituliskannya tulisan ini yang mana terjadi di akhir bulan April 2020. Ya, saya dapat bertahan selama dua bulan! hal ini masih dan akan terus berlanjut.

    Selama puasa dari instagram itu saya juga memutuskan untuk puasa dari whatsapp. Saya mencoba untuk tidak membuka dan melihat status update teman-teman saya dengan membisukan semua status update kontak whatsapp saya, tanpa terkecuali. Rupanya hal ini belum bisa berlaku efektif untuk saya karena saya masih mencuri-curi untuk membuka dan melihat status update mereka. Saya baru bisa disiplin terhadap peraturan yang saya buat sendiri pada dua minggu terakhir di bulan April 2020. Ya meskipun masih sesekali melihat status update mereka. Tapi tidak lebih dari lima kali kok, serius! hal ini memang masih bertahap, dan saya yakin saya bisa nanti.

    Selain itu saya juga mulai merasa ada di titik dimana saya merasa bahwa tidak ada yang butuh informasi sehari-hari saya di media sosial. Tidak ada yang butuh update tentang diri saya. Mereka tidak peduli, begitu pikir saya. Belakangan ini saya menanyakan kepada diri saya sendiri,

"Apa sih yang saya cari di media sosial?" 
"Apa sih yang saya inginkan saat saya memposting sesuatu di media sosial?"

    Apa jawaban dari pertanyaan saya itu adalah mencari eksistensi diri dan validasi? mungkin iya. Sangat mungkin. Kalau bertanya ke hati, pasti hati mengiyakan. Tetapi pikiran membantah. Menyangkal jawaban itu. Padahal memang benar seperti itu adanya. Saya ingin dilihat dan saya ingin orang-orang tahu. Saya ingin keberadaan saya diakui.
 
    Saya juga berusaha menghentikan update saya di media sosial. Dari yang tadinya update tweet setiap beberapa menit sekali, akhirnya saya berhasil menahan untuk tidak update tweet selama dua minggu terakhir. Pun dengan update status di whatsapp. Namun namanya masih bertahap jadi saya masih sesekali update status di whatsapp, haha. Tapi dua menit setelahnya status itu langsung saya hapus karena saya merasa aneh.

    Sampai hari ini saya memang masih menggunakan twitter dan sesekali membuka akun facebook saya. Tanpa ada update apa-apa (walaupun nantinya saya akan update tentang tulisan baru saya ini di twitter atau mungkin whatsapp). Tak apa, pelan-pelan. Semuanya bertahap. Mungkin nantinya, setahun atau dua tahun lagi, saya akan update hal baru tentang puasa media sosial saya ini. Saat semuanya lebih baik dari sekarang.

    Selama puasa media sosial sampai saat ini, saya merasakan banyak perubahan yang terjadi. Saya terhindar dari hal-hal negatif yang bisa berbahaya untuk mental saya, saya lebih mudah untuk berpikir positif, saya menjadi semakin mencintai dan menghargai diri saya apa adanya dan tidak membanding-bandingkan diri saya dengan orang lain, saya menjadi lebih percaya diri untuk berekspresi tanpa harus khawatir tentang pendapat dari orang lain, dan yang paling penting saya bisa menghindari penyakit hati yang berbahaya. Oh iya kalau saya masih asik berselancar di media sosial saya sekarang, mungkin tulisan ini tidak akan pernah saya tulis karena saya lebih memilih terlarut di dunia sana.

    Tak apa ketinggalan gosip baru yang sedang hangat diperbincangkan. Tak apa ketinggalan update tentang para selebritis di dunia sana. Tak apa. Saya menyayangi diri saya. Saya menghargai diri saya. Saya merasa lebih bahagia melakukan hal seperti ini.

    Dan terima kasih untuk kalian yang masih membaca tulisan berantakan nan panjang ini sampai akhir. Ini hanya pendapat dan pengalaman pribadi saya. Saya menyadari bahwa di setiap pendapat terdapat pro dan kontra. Dan saya menghargai pendapat kalian juga.

Comments

  1. Keren ka bisa puasa ig, aku susah banget apalagi puasa twitter gabisa nahan gosip" area julid:(

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Avoidant: Selfish or Childhood Trauma?

Jangan Ditahan Sendirian

Yang Tertahan